Realita Nilai UN
UN alias ujian nasional merupakan tes yang berstandar nasional bagi siswa siswi yang duduk di kelas 6 SD, 3 SMP, dan 3 SMA. Riuhnya pelaksanaan UN dalam beberapa tahun terakhir yang banyak dibahas para orangtua murid menjadi salah satu perhatian saya, apalagi anak saya akan menjalani UN tahun depan. Saya sendiri gak tau persis apakah UN ini sekedar berganti nama dari yang semula EBTANAS alias Evaluasi Tahap Akhir Nasional. Namun, dari beberapa ulasan yang saya baca, sepertinya pemerintah memang ingin meningkatkan mutu standar pendidikan di Indonesia. Makanya ada sebagian soal yang diujikan dalam soal UN kelas 6 SD, merupakan soal setara pelajaran SMP. Selain itu, mulai UN tahun ajaran 2017/2018 lalu, terdapat juga soal esai bukan hanya soal pilihan berganda. Siswa tentunya perlu persiapan khusus untuk berlatih dalam menjawab soal-soal esai ini. Sesuai data kementerian pendidikan dan kebudayaan, nilai rata-rata UN tingkat SD tahun ajaran 2017/ 2018 relatif menurun dibanding tahun sebelumnya.
Sumber: Pixabay |
Wah jujur saja, sebagai orangtua tentu saya rada
ketar ketir juga. Meskipun pihak sekolah memberikan pelajaran tambahan atau
bimbel khusus di luar jam belajar sekolah. Termasuk, bagi anak yang mengikuti bimbel tambahan lain yang diselenggarakan
di luar pihak sekolah. Apalagi buat sekolah negeri favorit, yang mana
nilai penerimaannya (passing
grade) relatif tinggi. Tentu persaingan untuk diterima akan semakin sengit.
Sumber: Shutterstock |
Memotivasi
Ini menjadi bagian terberat, karena anak-anak pada umumnya menganggap waktu pelaksanaan ujian masih jauh, ditambah beban pelajaran di Indonesia yang relatif berat. Saya bisa memahami beban anak zaman sekarang, 1 mata pelajaran bisa terdiri dari beberapa buku. Bukunya pun terkadang relatif tebal. Membawa buku dalam tas ransel saja rasanya seperti terhuyung-huyung. Buat saya, bagaimana menjaga mood anak supaya tetap semangat ditengah padatnya jadwal ulangan harian dan bimbel menjadi hal penting. Bagaimana saya selaku orangtua bisa mengarahkan agar sang anak sadar diri untuk rajin belajar supaya bisa mendapat nilai memadai, bukan nilai sempurna lho. Saya sendiri gak pernah mengharuskan nilai 100 ketika anak menghadapi ujian. Dalam arti nilai tes bisa mencukupi untuk memasuki sekolah negeri maupun sekolah swasta favorit yang diinginkan. Saya lebih senang menjelaskan, untuk memasuki sekolah negeri favorit tertentu mesti memiliki nilai rata-rata UN minimal 80 misalnya. Menurut saya, penjelasan nilai passing grade ini penting, sehingga anak dapat mengukur sejauh mana kesiapan dirinya menghadapi UN melalui hasil tes bimbel maupun Try Out di sekolah.
Ini menjadi bagian terberat, karena anak-anak pada umumnya menganggap waktu pelaksanaan ujian masih jauh, ditambah beban pelajaran di Indonesia yang relatif berat. Saya bisa memahami beban anak zaman sekarang, 1 mata pelajaran bisa terdiri dari beberapa buku. Bukunya pun terkadang relatif tebal. Membawa buku dalam tas ransel saja rasanya seperti terhuyung-huyung. Buat saya, bagaimana menjaga mood anak supaya tetap semangat ditengah padatnya jadwal ulangan harian dan bimbel menjadi hal penting. Bagaimana saya selaku orangtua bisa mengarahkan agar sang anak sadar diri untuk rajin belajar supaya bisa mendapat nilai memadai, bukan nilai sempurna lho. Saya sendiri gak pernah mengharuskan nilai 100 ketika anak menghadapi ujian. Dalam arti nilai tes bisa mencukupi untuk memasuki sekolah negeri maupun sekolah swasta favorit yang diinginkan. Saya lebih senang menjelaskan, untuk memasuki sekolah negeri favorit tertentu mesti memiliki nilai rata-rata UN minimal 80 misalnya. Menurut saya, penjelasan nilai passing grade ini penting, sehingga anak dapat mengukur sejauh mana kesiapan dirinya menghadapi UN melalui hasil tes bimbel maupun Try Out di sekolah.
Sumber: Shutterstock |
Belajar vs Bermain
Saya berupaya membatasi anak agar tak terlalu lekat dengan gadget seperti ponsel. Biasanya anak-anak kalau sudah main HP atau games sering lupa waktu. Seringkali anak-anak merasa gak pernah puas dan menjadi candu. Rasanya menjadi tantangan bagi para orangtua saat ini, bagaimana mengatur waktu menonton tivi maupun bermain gadget secukupnya, dan mempelajari seabrek pelajaran setiap hari. Yaa memang, waktu bermain atau beristirahat bagi anak pasti berkurang. Bahkan, ada orangtua teman anak saya, yang memang tak mengijinkan anaknya bermain HP sama sekali, hebat ya. Bayangkan saja, bila setiap hari waktu bersekolah mulai jam 7 pagi hingga jam 1 siang, ditambah bimbel hingga jam 4 sore. Adapula anak yang bersekolah mulai jam 7 pagi hingga jam 3 sore, dilanjutkan bimbel hingga waktu magrib tiba. Bimbel sekolah umumnya diberikan sebanyak 2-3 kali dalam seminggu. Bimbel di luar sekolah, waktunya relatif tergantung jumlah mata pelajaran yang diikuti. Belum lagi bila ada tambahan bimbel dan ujian Try Out di akhir pekan. Fiuh, padatnya jadwal anak sekolah zaman sekarang.
Saya berupaya membatasi anak agar tak terlalu lekat dengan gadget seperti ponsel. Biasanya anak-anak kalau sudah main HP atau games sering lupa waktu. Seringkali anak-anak merasa gak pernah puas dan menjadi candu. Rasanya menjadi tantangan bagi para orangtua saat ini, bagaimana mengatur waktu menonton tivi maupun bermain gadget secukupnya, dan mempelajari seabrek pelajaran setiap hari. Yaa memang, waktu bermain atau beristirahat bagi anak pasti berkurang. Bahkan, ada orangtua teman anak saya, yang memang tak mengijinkan anaknya bermain HP sama sekali, hebat ya. Bayangkan saja, bila setiap hari waktu bersekolah mulai jam 7 pagi hingga jam 1 siang, ditambah bimbel hingga jam 4 sore. Adapula anak yang bersekolah mulai jam 7 pagi hingga jam 3 sore, dilanjutkan bimbel hingga waktu magrib tiba. Bimbel sekolah umumnya diberikan sebanyak 2-3 kali dalam seminggu. Bimbel di luar sekolah, waktunya relatif tergantung jumlah mata pelajaran yang diikuti. Belum lagi bila ada tambahan bimbel dan ujian Try Out di akhir pekan. Fiuh, padatnya jadwal anak sekolah zaman sekarang.