Sumber: Shutterstock |
Mengenang Jasa Ibu
Mengenang
pahlawan, bagiku berarti mengenang almarhumah ibuku yang berpulang tepat pada
10 November 2014, dua tahun yang lalu. Bagiku, sosok seorang ibu tak akan pernah
terlupakan dan tak kan pernah tergantikan. Sosok almarhumah ibu yang selalu
mendampingi anak-anaknya, mengawasi dan tak bosan menasihati kami. Meskipun terkesan
cerewet, bawel, ya itulah tugas seorang ibu. Kini baru aku menyadari, setelah
dewasa, menikah dan juga memiliki anak perempuan. Kadang baru kusadari kecerewetan
ibuku dilakukan karena beliau sayang padaku, dan ingin menjaga diriku.
Aku
jadi teringat saat zaman SMA dulu, namanya anak muda pastilah ingin
berkumpul bersama teman-temannya hingga
larut malam, ntah sekedar kongkow, ngobrol ngalor ngidul. Yang jelas almarhum
ibuku melarangku untuk menginap di rumah teman, tanpa keperluan mendesak. Pulang
malampun diusahakan tidak melewati pukul 12 malam. It’s like a cinderella story hehe...tapi saya percaya di luar sana
masih banyak para ibu yang melakukan hal sama bagi anak-anak gadisnya.
Kini zaman berubah, kemajuan teknologi
mempermudah anak muda bersosialisasi dan membuat janji dengan teman. Bertemu
secara virtual semudah membalik tangan, meski di sisi lain banyak potensi
bahaya yang terpendam. Menjadi tantangan tersendiri bagi diriku bagaimana
mendidik dan membesarkan anak di zaman modern saat ini.
Dulu,
aku sempat merasa sebal kenapa ibuku kerap melarangku melakukan ini dan itu.
Tapi
kini aku merasa bersyukur, justru dengan batasan-batasan yang diberikan ibuku,
yang mungkin bagi sebagian orang terkesan jadul atau kuno, aku bisa melalui
masa-masa remaja dengan ceria. Dan kini setelah aku menjadi seorang ibu, aku
berjanji tetap berguru pada almarhumah ibuku, untuk menerapkan beberapa caranya
yang terkesan jadul tersebut bagi anak-anakku kelak. Apalagi tantangan
kehidupan di zaman sekarang semakin kompleks.
Kebiasaanku
menaiki kendaraan umum sejak kecil, diwariskan oleh cara ibuku mendidikku. Sejak
aku kecil, ibu sering mengajakku berbelanja sayur mayur dan keperluan lain ke
pasar tradisional naik metro mini. Tapi sekarang rute metromini yang biasa
kunaiki sudah dihapus, tergilas perubahan zaman seiring munculnya bus
transjakarta hehe. Kendaraan pribadi
hanya digunakan sesuai keperluan, tergantung urgensi. Pada dasarnya, ibuku
mengajari agar aku bisa mandiri, naik kendaraan umum saat bepergian tanpa
bergantung kepada orang lain atau harus diantar. Thanks mom
Ibuku
juga sosok yang sangat peduli dengan kesehatan, jarang jajan dan selalu
menasehatiku agar tidak jajan sembarangan. Ibuku penggemar sayur-sayuran, pecel
makanan favoritnya menjadi menu sehari-hari. Ibuku juga lebih suka membuat ubi
rebus atau pisang rebus, untuk cemilan di sore hari. Jajanan masa kini, seperti
burger dan fried chicken, gak pernah disentuh. Pantang dalam kamus ibuku,
mengonsumsi makanan junk food. Lagi-lagi
nasehat ibu terbukti manjur. Setelah aku pernah sakit dan menjalani operasi
usus buntu, barulah aku menyadari apa makna nasihat dan pola makan ibuku. Yup,
penyesalan memang selalu datang belakangan bukan...
Satu
hal lagi, ibu selalu mengajarkanku agar gemar menabung dan membelanjakan uang
sesuai kebutuhan, tidak besar pasak daripada tiang. Semoga aku tetap konsisten
menjalankan ajaran ibuku yang satu ini. Maklumlah ibuku dibesarkan di sebuah
kota kecil di Jawa Timur, yang jauh dari hiruk pikuk ibukota. Menjalani hidup
dengan sederhana menjadi kebiasaan sehari-hari.
Sementara bagiku atau orang-orang yang biasa tinggal
di Jakarta, tentu banyak sekali godaan untuk berbelanja hihihi...aneka makanan
tersedia di berbagai sudut kota, iklan fashion bertebaran dimana-mana, beragam
acara promo digelar setiap pekan. Yaa memang kita harus pintar-pintar mengatur
keuangan untuk bertahan hidup di kota besar seperti Jakarta, bukan begitu?
Pertemuan Terakhir
Ibuku
juga sosok yang perhatian terhadap cucu-cucunya, saat anak pertamaku masih
bayi, ibuku kerap memandikan dan menemani bermain. Namun ketika anakku yang kedua lahir, Ibu
sudah mulai sakit-sakitan, sehingga hanya sesekali saja menemani cucunya
bermain.
Singkat cerita, tibalah saatnya aku melepas kepergian
ibuku, pertemuan terakhir yang akan selalu kuingat dan kukenang. Saat sakaratul
maut menjemput, saat terakhir Ibuku membuka matanya hingga nafasnya lenyap
ditelan bumi.