Mending Nikah atau Jomblo
Dulu
saat saya masih remaja di akhir era tahun 90an, pernikahan menjadi salah satu
bucket list ketika saya dan teman-teman membicarakan mengenai mimpi masa depan.
Setelah menyelesaikan sekolah, what next? Ada yang memilih kuliah, bekerja dulu baru menikah, adapula yang ingin langsung
menikah habis kuliah. Intinya, pada saat itu hampir semua mimpi teman perempuan
saya, ingin menikah dan membangun keluarga saat usia menginjak 25an. Zaman di mana
radio, televisi dan majalah masih menjadi acuan utama alias referensi bagi masa
remaja kami. Tapi di masa kini, eranya sudah berubah. Pengaruh lingkungan dan
media sosial nampaknya memiliki peran yang cukup kuat dalam mempengaruhi
keputusan seseorang.
sumber: Shutterstock |
Bagaimana
anak zaman now yang sudah berusia 25 tahunan memandang pernikahan. It depends,
very personal. Apalagi zaman sekarang, dengan kemajuan teknologi, banyak anak
muda yang suka curcol tentang kehidupan asmaranya di berbagai media sosial.
Kalau diperhatikan, di masa kini ternyata
anak muda umur 25an gak semua pengen buru-buru nikah. Dari beberapa teman atau kerabat,
kebanyakan dari mereka memilih mengejar karir terlebih dahulu. Hal lain, salah
satu bucket list anak muda zaman now rasanya berwisata sesukanya dulu sampai
puas, baru memikirkan pernikahan.
sumber: Shutterstock |
Menjalani
hidup dengan bebas tanpa diatur-atur pasangan sambil berwisata ke berbagai kota
seolah menjadi gambaran umum anak muda masa kini. Bisa dibilang semakin banyak
anak muda yang berpikiran terbuka, dalam arti terbuka atas aneka pilihan bagi
hidupnya. Meski di sisi lain, ada pula anak muda yang lekas menikah usai
menyelesaikan pendidikannya, atau bahkan kuliah sambil menikah berjalan bersamaan.
Kira-kira berapa persen ya anak muda zaman sekarang yang memilih menikah di
usia 25an atau justru menunda usia pernikahannya? menarik juga sih kalau
beneran ada penelitiannya hehe, who knows? Jadi pilih menikah atau melajang?
Peran Ortu vs Lingkungan
Bagi masyarakat Indonesia, peran orang tua masih dominan
mempengaruhi pandangan hidup anak-anaknya. Saya jadi teringat sebuah obrolan
dengan Ayah yang tertanam di benak saya, bahwa gak ada yang salah dengan status
single seseorang bahkan hingga usianya melewati masa-masa keemasan pernikahan. Masa
keemasan ini diartikan para orang tua bahwa secara biologis, seorang perempuan
sebaiknya menikah dan melahirkan anak sebelum usia 35 tahun karena berkaitan
dengan siklus masa subur. Sejak remaja, saya sudah sering mendapat cerita dari
para orang tua bahwa ada banyak alasan yang melatarbelakangi seseorang untuk
menunda menikah. Mungkin orang tersebut memang memilih hidup sendiri, nyaman
dengan diri sendiri, atau bahkan trauma dengan pengalaman orang lain dsb. Tapi
memang tiap budaya memiliki pakemnya masing-masing, apalagi pandangan
masyarakat umum di Indonesia terhadap pernikahan semacam standar yang dibakukan.
Seperti kalau sudah cukup umur, selesai kuliah dan sudah bekerja, next berarti
saatnya menikah.sumber: Shutterstock |
Bagaimanapun
namanya juga orang Indonesia, yang kental adat istiadat dan budayanya. Kadang
justru lingkungan sosial yang mempengaruhi atau “ikut campur” mendesak seseorang
untuk segera menikah, aneka sindiran biasa terdengar seperti “jangan terlalu
pemilih lah” , “nanti ketuaan lho” dsb. Kalau dipikir-pikir, kadang manusia ribet
sendiri ngurusin hidup orang lain. Nanti kalau ada sesuatu dalam pernikahan
orang tersebut atau pernikahannya gak berjalan sebagaimana harapan, apa iya mau
ikut bertanggung jawab :)
Di sisi lain, jangan menganggap enteng arti
pernikahan, karena pernikahan bukan sekedar menyatukan dua hati berbeda, pun
penyatuan dua keluarga besar, sifat, sikap, kebiasaan dll. Belum lagi kalau
sudah memiliki anak. Dashyat lah perubahan yang terjadi, menyandang status
sebagai orangtua bukan seperti pasangan muda yang lagi kasmaran, atau bisa
seenaknya jalan-jalan dan bebas pergi ke
luar rumah. Tentu ada tanggung jawab lebih yang dituntut, ketika seseorang sudah
menjadi orang tua.
Status Menikah vs Melajang
Lalu apa artinya status menikah atau melajang bagi
anak muda zaman sekarang. Apalagi, banyak juga anak-anak muda zaman
sekarang yang lebih memilih menunda usia
pernikahan. Sebagian anak muda yang sudah cukup umur dan memiliki penghasilan
sendiri beralasan merasa nyaman hidup sendiri, tidak mau terburu-buru,
menikmati menjalani hidup sendiri sebelum bertemu sosok yang bisa meruntuhkan hatinya.
Ciye sok puitis yah...Yang jelas apapun pilihan hidup yang kita ambil, kita
harus menyadari segala konsekuensinya dan bagaimana menjalani dengan hati
riang. Kadangkala kalau diperhatikan, sebagian teman yang masih single merasa gak
nyaman berada di tengah-tengah percakapan teman yang sudah menikah atau
memiliki anak. Adapula beberapa teman berstatus jomblo yang malas datang ke
acara pernikahan, karena khawatir malah jadi bahan gosip, atau diserbu
pertanyaan seperti “kapan menyusul?”. Tentu jadi serba salah kan, kalau kita
gak bisa menempatkan diri sebagaimana semestinya. Sebaiknya, apapun status yang
kita sandang tetap saling menghormati dan menghargai status orang lain. Kalau
orang asing umumnya gak peduli status seseorang, gak suka ngurusin dapur orang,
urusan pribadi atau kehidupan personal orang lain. Biasanya orang asing juga
gak nyaman bila ditanya seputar kehidupan personal, semisal “sudah menikah
belum”, “sudah punya pacar belum”, dst. Beda dengan tipikal masyarakat
Indonesia, yang suka banget mikirin urusan orang hahaha. Dari beberapa teman, saya
memperoleh sejumlah alasan yang memicu pilihan hidup mereka, antara lain kegagalan
pasangan muda lain, kegagalan pernikahan diantara teman-teman sepermainan mereka
atau kisah artis kawin cerai yang tersebar luas, seakan menakuti mimpi mereka
untuk mencapai happy ending dalam membangun mahligai pernikahan.