Saturday, March 24, 2018

Sisi Jenaka Customer Service


Sisi Jenaka Customer Service
Hai semua, kali ini saya mau ngobrolin soal rupa-rupa pengalaman terkait pelayanan yang diberikan mbak-mbak maupun mas-mas di lini customer service atau pelayanan pelanggan.
Ini bukan obrolan serius
dan bukan nyinyir juga, saya cuma mau ngebahas serba serbi jenis layanan pelanggan sesuai fakta yang pernah saya alami, that’s it. Konon tipikal orang Indonesia pada umumnya dikenal ramah di mata orang bule. Namun, menurut saya pada kenyataannya  masih banyak hal-hal yang kudu dibenahi, khususnya terkait sistem pelayanan terhadap para konsumen atau pelanggan. Mayoritas orang Indonesia memang ramah dan murah senyum. Namun dalam aspek pelayanan terhadap konsumen atau pelanggan butuh lebih dari sekedar senyum manis hehehe.


sisi jenaka customer service
sumber: Pixabay

Customer Service Butuh Credit Point
Rasanya, setiap orang pernah mengalami kejadian yang mungkin kurang menggenakkan, kurang pas, atau mungkin justru pengalaman buruk saat berhubungan dengan pihak-pihak di lini customer service. Saya sendiri relatif sering mengalami hal-hal lucu terkait hal ini. Misalnya suatu hari saya pernah pesan makanan di counter sebuah bioskop. Ceritanya begini,  secara saya berpikir positif, saya hanya bilang pesan popcorn 1 box, tanpa menyebutkan ukurannya. Staf customer service tau-tau memberikan box popcorn yang relatif besar, tanpa ba bi bu. Ealah ndelalah kok pas mau bayar, saya ditagih hampir 3 kali lipat dari harga normal karena ternyata ukuran box popcornnya jumbo. Sebenarnya dalam hati saya ada rasa curiga, saya mikir sepertinya ini cara staf tsb supaya dapat credit (nilai tambah) di mata perusahaan karena berhasil mendongkrak penjualan. Menurut saya, mestinya caranya gak gitu yaa. Staf customer service bisa bertanya dengan sopan sebelum nota di print out di mesin kasir, misal “Ibu mau jenis popcorn dan ukuran yang mana? Saya juga paham kok, buat staf sales maupun staf customer service, jumlah penjualan baik secara kuantitas maupun nilai penjualan menjadi tolok ukur kesuksesan. Untungnya pada saat itu, saya dalam kondisi membawa cukup uang dan lagi-lagi saya males memperpanjang masalah. Rasanya praktek yang dilakukan semacam ini bisa terjadi di berbagai penjualan produk lain. Bagi saya, metode seperti ini ibarat membohongi atau menjebak konsumen secara halus. 

sisi jenaka customer service
sumber: Pixabay

Adalagi pengalaman  yang saya alami terkait credit point. Ceritanya di sebuah gerai operator telekomunikasi saya mau mencari informasi tentang cara berganti paket langganan. Pada hari itu, saya dilayani oleh mbak X yang menjelaskan harganya sekian untuk paket internet xxx. Lalu 2 minggu kemudian saya datang lagi untuk mengganti paket langganan.  Sesuai nomor antrean, mbak customer service yang melayani saya berbeda. Sebut saja, mbak Y. Nah mbak Y ini bilang, kalau pakai nomor baru alias beli nomor perdana, baru bisa beli paket internet xxx tsb, dan kalau menggunakan nomor lama paketnya agak berbeda dengan harga sekian plus plus. Pada saat itu saya langsung mikir, waduh bagaimana ya kok gak ada standar penjelasan informasi buat konsumen? Apa iya, ada kesalahan pemberian informasi saat pertama kali saya bertanya. Atau memang, mbak yang bertugas ingin memperoleh credit point karena berhasil menjual paket internet yang lebih mahal buat konsumen? Ntahlah. Memang dasar saya males memperpanjang masalah, meski dalem hati  rasanya dongkol hihi. 

sisi jenaka customer service
sumber: Shutterstock

Label Harga Berbeda
Pengalaman lain mengenai perbedaan harga di label produk dengan harga di komputer kasir. Buibuk kudu waspada saat berbelanja di supermarket atau minimarket. Seringkali price tag atau barcode produk promo belum diupdate sesuai iklan. Mungkin juga pihak penjual gak bermaksud membohongi, namun karena keterbatasan sistem menyulitkan update label harga per produk. Dulu, saya pernah bertanya ke staf customer service & kasir, mereka memang mengakui belum sempat atau gak mungkin sempat mengupdate price tag berkala setiap hari. Ya, secara terdapat puluhan atau bahkan ratusan produk yang dijual, pasti merepotkan. Bisa jadi, sistem manajemen pelabelan harga produk yang belum sempurna  atau memang ada keterbatasan saking banyaknya produk yang dijual. Lagi-lagi, kita sebagai konsumen mesti ekstra jeli saat berbelanja. Beberapa tahun silam, ayah saya pernah beli pasta gigi merek A ternyata pas tiba di rumah isinya berbeda, pasta gigi merek B. Ya memang belum tentu pihak minimarket yang alpa, tapi bisa juga pihak " konsumen nakal" yang menukar barang saat berbelanja, who knows.

sumber: Shutterstock


Its All About Manners

Ada juga pengalaman positif yang saya alami, di salah satu minimarket langganan saya. Ceritanya saya ketinggalan belanjaan Apel  sekitar 1 kg. Saya baru sadar pas tiba di rumah. Lalu sekitar seminggu kemudian saya baru sempat mampir, belanjaan apel saya diganti gratis lho, ah senangnya. Ada hal unik juga, kalau suka memperhatikan tanda peringatan di toko. Seringkali di toko, ada semacam peringatan "Barang rusak atau pecah berarti membeli". Nah kalau ini memang masuk akal. Adapula ada peringatan seperti ini, jangan sentuh atau memegang barang bila tak membeli. Memang sih, maksudnya baik supaya barangnya tetap tertata apik dan gak gampang rusak. Cuma, kalau menurut saya pribadi kok agak kurang pas, kurang santun buat konsumen. Menurut saya, pihak penjual mending sekalian tegas aja, kalau tidak boleh dipegang sebaiknya produk tsb gak usah dipajang. Ya namanya juga konsumen. Konsumen ketika ingin membeli suatu barang, biasanya kan pengen nyobain produknya dulu, supaya gak kayak beli kucing dalam karung hehehe.
Ada satu pengalaman lain, waktu itu saya mendatangi servis center sebuah merek ponsel. Kebetulan pada hari biasa, sekitar pukul 10 pagi kondisi toko relatif sepi. Di servis center tsb, berlaku sistem antrean. Nomor antrean bagi konsumen yang mau membeli asesoris hp dibedakan dengan antrean konsumen yang mau servis hp. Saya sih mikirnya praktis aja, secara di gerai asesoris hp kosong, saat itu ada 2 staf. Seorang staf sedang melayani konsumen, nah saya bertanya ke staf yang satunya, gak dilayani lho. Staf tsb memasang wajah juteknya, kira-kira begini  percakapannya;


Saya: mbak, saya cuma mau nanya harga dulu kok, belum tentu beli
Staf : ambil nomor antrean dulu bu (dengan wajah jutek)
Saya: Saya pertegas dong. Kalau mau nanya doang, tetap harus ambil nomor?
Staf: iya, masih dengan wajah juteknya

sisi jenaka customer service
sumber: Shutterstock

Menurut saya, mbok yaa jangan jutek, hari masih pagi aja udah cemberut. Kan staf tsb bisa bilang dengan sopan, misal “Bapak/Ibu maaf tolong ambil nomor antrean meski hanya bertanya harga dst”. Hari gini, kalau bekerja di lini customer service, bawaannya masih jutek melulu, bisa-bisa para pelanggannya pada lari hihi.
Well, that’s some of my stories. Bagaimana dengan pengalaman teman-teman? Silahkan sharing di kolom komentar ya, nanti saya akan berkunjung balik ke blognya. Terima Kasih

  
Cheers  

12 comments:

  1. wah suka sekali nih kalau belanja setelah di kasir hrg yang tertera di rak gak sama dengan yang di komputer, alasannya selalu bilang lupa diganti yg di rak kalau harga sdh berubah,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba,sering banget ya hal semacam ini terjadi berulang kali

      Delete
  2. Kalo saya pernah nih pas pesen makanan di salah satu fastfood kota saya. Padahal saya sudah jelasin detail , minta menu yg mana harga yang mana dan nggak usah dikasih salah satu bagian di dalamnya. Eh mbaknya tetep salah dikasih harga yg 2x lipat dan nggak ada mirip-miripnya. karena udah print ngga busa diganti, padahal kan yang salah mbaknya 😑😕

    Salam kenal
    www.diahestika.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba, seringkali ada kesalahan dari pihak penjual namun pembeli yang terpaksa menanggung kerugian. Salam kenal juga

      Delete
  3. Hahahaaha, aku pernah jadi CS DHL selama beberapa bulan dan kerjanya itu stress abiisss... dimarahin pelanggan kalau ada masalah (padahal bukan salah kita), trus ada target dari perusahaan juga, wiken masuk, hari libur masuk, halah ku tak sanggup hahahha.. akhirnya keluar dan mendapatkan pekerjaan baru yg lebih menyenangkan dan bebas diomel2in :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang kalau bekerja di lini customer service harus tahan banting ya hehe, btw tergantung nature of business juga. Kalau industri jasa pengiriman yang melibatkan berbagai pihak, rasanya potensi problem yang muncul akan lebih kompleks.

      Delete
  4. Aku kerja dibidang service, di salah satu bank asing. Dulu awal masuk sering bgt berurusan ama nasabah komplain. Dimaki, dilempar kertas, udah pernah. Tp pernah juga ketemu nasabah yg baiiiik banget. Skr sih aku ga di front liner lagi. Tp kalo anak2 ku di kantor ketemu masalah, udh bisa dipastikan nasabahnya pasti pengin ketemu aku :D. Kemarin ketemu nasabah yg komplain, tp lucunya dia ngoceeeeeeeeeh trus, tanpa mau ksh kesempatan aku utk kasih solusi :p. Tiap kali aku ngomong, di saat itu jg dia ngoceh lg. Hhahahaa.. Akunya malah pgn ketawa. Heran aja, kecepatan ngomongnya bisa secepet itu dalam 1 tarikan napas :p. Ya sudahlah, aku biarin dulu dia meluapkan aemua kekesalannya sampe puas :D. Baru setelah itu ksh solusi. Jd yg aku alamin sih dr sisi pemberi jasanya mba :D.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba, dari sisi pemberi jasa mesti punya pil sabar yang luar biasa ya. Semua orang pasti punya pengalaman unik terkait urusan customer service ini, tergantung tipe businessnya juga hehe

      Delete
  5. Kalau aku prinsipnya, kalau ditanya baek2 ya harusnya juga merespon dengan baik ya mba. Karena bagaimanapun kita juga harus bekerja profesional. Jangan sampe deh sama2 kena masalah untuk hal2 yang tak kita inginkan. Btw, baek banget tuh lupa apel 1 kg tapi seminggu kemudian dikasih gratis :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener, yang menjadi tantangan adalah menjaga manners apapun kondisinya. Iya, kebetulan sering belanja di minimarket tsb, mbak-mbaknya udah hafal jadi diganti gratis deh hehe

      Delete
  6. Rasanya hal salah gini udah jadi lumrah di zaman sekarang ya, biaya (gaya) hidup tinggi bikin banyak orang nggos-ngosan, jadinya kerjapun gak fokus dan suka kebawa arus hati.

    Btw yang soal harga barcode di supermarket saya selalu waspada dengan selalu mencocokan kode produk jika harga terbilang miring :)

    ReplyDelete