PPDB di Sekolah Negeri
Proses penerimaan peserta
didik baru (PPDB) di sekolah negeri di Jakarta, sudah menggunakan sistem online
selama beberapa tahun terakhir. Terdapat beberapa jalur masuk bagi siswa yang
ingin mendaftar atau melanjutkan pendidikan di sekolah negeri, seperti jalur
afirmasi, jalur zonasi, jalur prestasi. Secara khusus, saya ingin membahas
jalur zonasi yang kerap menjadi permasalahan. Setiap daerah memiliki sistem
seleksi yang berbeda-beda. Bertahun-tahun, jalur zonasi menggunakan nilai UN
(nilai ujian nasional) sebagai tolok ukur seleksi penerimaan siswa baru di sekolah
negeri di DKI Jakarta. Secara umum misalnya, bila terjadi peningkatan nilai UN SD
biasanya akan semakin meningkatkan passing grade atau nilai kelulusan
penerimaan di sekolah negeri favorit, atau sekolah yang banyak diminati siswa.Ilustrasi Sekolah Negeri |
Jalur Zonasi di Jakarta
Jalur zonasi yang digunakan pada 2019 di Jakarta adalah
zonasi kelurahan. Siswa diperbolehkan mendaftar bila alamat siswa termasuk
dalam daftar kelurahan yang bisa mendaftar pada sebuah sekolah negeri tertentu.
Standar seleksi siswa, yang menentukan siswa diterima atau tidak diterima,
menggunakan nilai UN (Ujian Nasional).
Patokan nilai UN sebagai
dasar seleksi, maka ada nilai batas bawah UN agar siswa tersebut bisa masuk
diterima di sekolah tertentu. Di Jakarta misalnya, tahun 2019 lalu secara umum
nilai rata-rata UN siswa kelas 6 SD meningkat dibanding nilai UN kelas 6 SD tahun
2018. Dampaknya apa? Di SMP negeri misalnya, kisaran (range) nilai ambang batas
bawah hingga nilai ambang batas atas penerimaan siswa meningkat rata-rata 5 hingga
10 poin. Terdapat pergeseran passing
grade kisaran nilai UN untuk memasuki sekolah negeri yang banyak peminatnya.
Akibatnya, banyak orangtua yang terkecoh, karena data seleksi PPDB 2018 kurang
relevan digunakan sebagai patokan bagi siswa lulusan 2019 yang ingin memasuki
sekolah negeri tertentu.
PPDB Tahun 2019 vs PPDB Tahun 2020
Pada tahun 2019 lalu, protes orangtua murid terhadap PPDB
terjadi di beberapa wilayah. Di Bogor dan Surabaya misalnya, menggunakan sistem
zonasi dengan pengukuran jarak tempat tinggal ke sekolah yang menjadi dasar
seleksi diterima atau tidak diterima. Banyak orangtua murid protes, karena
merasa nilai UN anaknya mencukupi namun gagal diterima di sekolah pilihan.
Tahun 2020 ini, ujian
nasional (UN) dihapuskan karena pandemi Covid-19. UN dihapuskan setahun lebih
awal dari rencana semula penghapusan UN pada tahun 2021, di sisi lain sistem
penilaian baru pengganti UN belum diterapkan pemerintah. Tahun 2020, siswa yang
mendaftar di jalur zonasi di Jakarta, dikejutkan dengan patokan seleksi masuk
berdasarkan usia calon siswa. Siswa yang berusia lebih tua otomatis
diprioritaskan untuk diterima di sekolah negeri yang dituju. Banyak orangtua
siswa protes karena anak-anaknya tak diterima di sekolah pilihan, disebabkan
usianya kalah tua dari para calon siswa lain. Selain itu, rentang usia maksimal
siswa yang diterima juga relatif besar. Pada PPDB tahun ini, siswa berusia 14
tahun masih bisa mendaftar ke kelas 1 SMP, dan siswa berusia 17 tahun masih
bisa mendaftar ke kelas 1 SMA. Banyak orangtua murid mengeluhkan, sosialisasi
mengenai dasar usia menjadi tolok ukur seleksi penerimaan jalur zonasi pada
PPDB 2020 relatif minim. Akibatnya, para orangtua yang mungkin ingin
mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta sebagai alternatif harus gigit jari.
Kenapa? kebanyakan sekolah swasta sudah mengadakan ujian masuk di awal tahun
2020. Pada saat PPDB sekolah negeri berlangsung, mayoritas pendaftaran di
sekolah swasta sudah ditutup atau kalaupun masih ada yang membuka pendaftaran,
kuotanya terbatas.
Adakah Sistem PPDB Ideal?
Berbagai sistem PPDB yang digunakan dalam proses seleksi
penerimaan siswa baru di sekolah negeri, kerap menimbulkan pro kontra. Lalu
bagaimana sebenarnya sistem yang paling ideal atau paling obyektif untuk
digunakan sebagai dasar penerimaan siswa? Apakah dasar seleksi menggunakan usia
ini menjadi dasar yang obyektif? Saya pikir, patokan usia ini kurang obyektif. Saya
pribadi lebih setuju bila ada ujian bersifat nasional, meski namanya bukan UN.
Apakah ujian sekolah atau ujian bersama, dimana menjadi patokan seleksi jalur
zonasi. Ujian ini juga bisa digunakan untuk mengukur sejauh mana kualitas
pendidikan di Indonesia, agar tak kalah saing dengan anak-anak dari negara
lain.
Apa iya, sekolah negeri
yang berkualitas perlu ditambah di Jakarta dan di kota-kota lain dimana angka
pertumbuhan penduduknya semakin meningkat? Bila jumlah sekolah negeri konstan,
sementara jumlah penduduk usia sekolah meningkat pesat di daerah tertentu. Bisa
dipastikan akan selalu timbul permasalahan, karena mungkin masih banyak siswa
yang tidak dapat melanjutkan pendidikan di sekolah negeri pilihan. Kendala lain, belum tentu semua orangtua
mampu, dan memiliki cukup dana untuk menyekolahkan anaknya di sekolah swasta
dengan mutu serupa di sekolah negeri. Tentunya, hal ini menjadi tanggung jawab
pemerintah, dalam menyediakan pendidikan berkualitas yang merata bagi seluruh
warga Indonesia. Yang jelas, kita sebagai orangtua mesti bersiap menghadapi
sistem pendidikan dan dasar seleksi sistem penerimaan murid baru yang kerap
berubah-ubah di sekolah negeri.
Salam
No comments:
Post a Comment