Monday, January 29, 2018

Pilih Menikah atau Melajang ?



Mending Nikah atau Jomblo
Dulu saat saya masih remaja di akhir era tahun 90an, pernikahan menjadi salah satu bucket list ketika saya dan teman-teman membicarakan mengenai mimpi masa depan. Setelah menyelesaikan sekolah, what next? Ada yang memilih kuliah,  bekerja dulu baru menikah, adapula yang ingin langsung menikah habis kuliah. Intinya, pada saat itu hampir semua mimpi teman perempuan saya, ingin menikah dan membangun keluarga saat usia menginjak 25an. Zaman di mana radio, televisi dan majalah masih menjadi acuan utama alias referensi bagi masa remaja kami. Tapi di masa kini, eranya sudah berubah. Pengaruh lingkungan dan media sosial nampaknya memiliki peran yang cukup kuat dalam mempengaruhi keputusan seseorang.

pilih menikah atau melajang
sumber: Shutterstock

Bagaimana anak zaman now yang sudah berusia 25 tahunan memandang pernikahan. It depends, very personal. Apalagi zaman sekarang, dengan kemajuan teknologi, banyak anak muda yang suka curcol tentang kehidupan asmaranya di berbagai media sosial. Kalau diperhatikan,  di masa kini ternyata anak muda umur 25an gak semua pengen buru-buru nikah. Dari beberapa teman atau kerabat, kebanyakan dari mereka memilih mengejar karir terlebih dahulu. Hal lain, salah satu bucket list anak muda zaman now rasanya berwisata sesukanya dulu sampai puas, baru memikirkan pernikahan.

pilih menikah atau melajang
sumber: Shutterstock


Menjalani hidup dengan bebas tanpa diatur-atur pasangan sambil berwisata ke berbagai kota seolah menjadi gambaran umum anak muda masa kini. Bisa dibilang semakin banyak anak muda yang berpikiran terbuka, dalam arti terbuka atas aneka pilihan bagi hidupnya. Meski di sisi lain, ada pula anak muda yang lekas menikah usai menyelesaikan pendidikannya, atau bahkan kuliah sambil menikah berjalan bersamaan. Kira-kira berapa persen ya anak muda zaman sekarang yang memilih menikah di usia 25an atau justru menunda usia pernikahannya? menarik juga sih kalau beneran ada penelitiannya hehe, who knows? Jadi pilih menikah atau melajang? 


Peran Ortu vs Lingkungan
Bagi masyarakat Indonesia, peran orang tua masih dominan mempengaruhi pandangan hidup anak-anaknya. Saya jadi teringat sebuah obrolan dengan Ayah yang tertanam di benak saya, bahwa gak ada yang salah dengan status single seseorang bahkan hingga usianya melewati masa-masa keemasan pernikahan. Masa keemasan ini diartikan para orang tua bahwa secara biologis, seorang perempuan sebaiknya menikah dan melahirkan anak sebelum usia 35 tahun karena berkaitan dengan siklus masa subur. Sejak remaja, saya sudah sering mendapat cerita dari para orang tua bahwa ada banyak alasan yang melatarbelakangi seseorang untuk menunda menikah. Mungkin orang tersebut memang memilih hidup sendiri, nyaman dengan diri sendiri, atau bahkan trauma dengan pengalaman orang lain dsb. Tapi memang tiap budaya memiliki pakemnya masing-masing, apalagi pandangan masyarakat umum di Indonesia terhadap pernikahan semacam standar yang dibakukan. Seperti kalau sudah cukup umur, selesai kuliah dan sudah bekerja, next berarti saatnya menikah.

pilih menikah atau melajang
sumber: Shutterstock
Bagaimanapun namanya juga orang Indonesia, yang kental adat istiadat dan budayanya. Kadang justru lingkungan sosial yang mempengaruhi atau “ikut campur” mendesak seseorang untuk segera menikah, aneka sindiran biasa terdengar seperti “jangan terlalu pemilih lah” , “nanti ketuaan lho” dsb. Kalau dipikir-pikir, kadang manusia ribet sendiri ngurusin hidup orang lain. Nanti kalau ada sesuatu dalam pernikahan orang tersebut atau pernikahannya gak berjalan sebagaimana harapan, apa iya mau ikut bertanggung jawab :)
Di sisi lain, jangan menganggap enteng arti pernikahan, karena pernikahan bukan sekedar menyatukan dua hati berbeda, pun penyatuan dua keluarga besar, sifat, sikap, kebiasaan dll. Belum lagi kalau sudah memiliki anak. Dashyat lah perubahan yang terjadi, menyandang status sebagai orangtua bukan seperti pasangan muda yang lagi kasmaran, atau bisa seenaknya  jalan-jalan dan bebas pergi ke luar rumah. Tentu ada tanggung jawab lebih yang dituntut, ketika seseorang sudah menjadi orang tua.

Status Menikah vs Melajang
Lalu apa artinya status menikah atau melajang bagi anak muda zaman sekarang. Apalagi, banyak juga anak-anak muda zaman sekarang  yang lebih memilih menunda usia pernikahan. Sebagian anak muda yang sudah cukup umur dan memiliki penghasilan sendiri beralasan merasa nyaman hidup sendiri, tidak mau terburu-buru, menikmati menjalani hidup sendiri sebelum bertemu sosok yang bisa meruntuhkan hatinya. Ciye sok puitis yah...Yang jelas apapun pilihan hidup yang kita ambil, kita harus menyadari segala konsekuensinya dan bagaimana menjalani dengan hati riang. Kadangkala kalau diperhatikan, sebagian teman yang masih single merasa gak nyaman berada di tengah-tengah percakapan teman yang sudah menikah atau memiliki anak. Adapula beberapa teman berstatus jomblo yang malas datang ke acara pernikahan, karena khawatir malah jadi bahan gosip, atau diserbu pertanyaan seperti “kapan menyusul?”. Tentu jadi serba salah kan, kalau kita gak bisa menempatkan diri sebagaimana semestinya. Sebaiknya, apapun status yang kita sandang tetap saling menghormati dan menghargai status orang lain. Kalau orang asing umumnya gak peduli status seseorang, gak suka ngurusin dapur orang, urusan pribadi atau kehidupan personal orang lain. Biasanya orang asing juga gak nyaman bila ditanya seputar kehidupan personal, semisal “sudah menikah belum”, “sudah punya pacar belum”, dst. Beda dengan tipikal masyarakat Indonesia, yang suka banget mikirin urusan orang hahaha. Dari beberapa teman, saya memperoleh sejumlah alasan yang memicu pilihan hidup mereka, antara lain kegagalan pasangan muda lain, kegagalan pernikahan diantara teman-teman sepermainan mereka atau kisah artis kawin cerai yang tersebar luas, seakan menakuti mimpi mereka untuk mencapai happy ending dalam membangun mahligai pernikahan.

Monday, January 22, 2018

Pengalaman Menjadi Voice Over Talent



Serba-Serbi Menjadi Voice Over Talent
Halo, mengawali cerita di tahun 2018 ini saya ingin berbagi pengalaman selama menjadi voice over talent untuk program berita televisi. Teman-teman udah tau kan? Di setiap program berita biasanya selalu ada jenis berita yang diberi voice over atau berita yang sudah direkam terlebih dahulu oleh pengisi suara. Istilah yang jamak dipakai di dunia pertelevisian adalah dubbingan, apakah sebuah berita sudah didubbing atau ada berita yang perlu dire-dubb, direvisi karena perubahan naskah berita. Memang agak sulit mencari padanan kata ganti yang pas dari Voice Over Talent maupun Dubber, namun selama ini di Indonesia kerap digunakan istilah pengisi suara atau sulih suara. Di Indonesia, istilah dubber nampaknya lebih familiar.

voice over talent
sumber: Shutterstock


Sebenarnya istilah Voice Over bukan hanya milik industri televisi, namun industri penyiaran secara umum yang bisa disajikan dalam berbagai format. Misalnya voice over untuk iklan komersial atau television commercial ( TVC), voice over untuk iklan layanan masyarakat atau public service announcement  (PSA). Termasuk juga voice over untuk mengisi suara karakter film animasi, sandiwara radio, voice over untuk tutorial penggunaan suatu produk tertentu dan banyak lagi jenisnya. Di tulisan ini, saya sertakan juga beberapa contoh voice over di program berita yang saya dubbing, termasuk produk dummy alias contoh voice over yang saya buat pada iklan komersial dan iklan kampanye publik.

voice over talent
sumber: koleksi pribadi
Karakter Suara Voice Over Talent Beragam
Buat saya pribadi, karakter suara manusia tidak ada yang jelek. Semua karakter suara bisa dimanfaatkan sebagai voice over asalkan sesuai dengan jenis berita atau iklan maupun karakter program yang ingin ditampilkan. Apakah perlu suara perempuan atau laki-laki? Lalu bagaimana karakter suara yang diinginkan? Apakah karakter suara kekanak-kanakan, karakter suara dewasa, suara yang tegas atau suara yang lembut. Atau karakter yang perlu dialek bahasa suku tertentu, dan banyak lagi. Kadang saya suka gemes sendiri, kalau mendengar teman yang belum mencoba sudah bilang seperti ini “ aduh, suaraku jelek” , atau “aku gak bisa dubbing”. Buat saya pribadi, berlatih menjadi pengisi suara harus dicoba berulang kali. Lha wong belum juga berlatih atau mencoba mengulang latihan, kok udah pasrah dan nyerah wkwkwk. Berlatih gak cukup belasan kali, mungkin perlu seratus kali, it takes time. Apalagi zaman sekarang, teknologi makin canggih. Berlatih dan merekam suara sendiri cukup pakai ponsel, dan bisa dilakukan sesukanya dimana saja.



Well, menurut saya semua keahlian sulih suara atau pengisi suara (Voice Over Talent atau Dubber) ini bisa dilatih. Keahlian yang bisa dipelajari semua orang dari berbagai kalangan. Keahlian melakukan Voice Over bukan eksklusif milik para profesional yang berkecimpung di dunia penyiaran semata. Meski mayoritas program berita di stasiun televisi menggunakan voice over dari para jurnalisnya atau karyawannya. Pekerjaan voice over talent di sebuah stasiun televisi, ibaratnya seperti job desk tambahan. Sedangkan sebagian besar pekerjaan Voice Over Talent atau Dubber di dunia penyiaran secara umum, konon merupakan  pekerjaan freelance atau part time job, biasanya dubber menerima honor sesuai proyek. Artinya masih banyak peluang bagi masyarakat untuk terjun ke dunia sulih suara. Menjadi seorang  Voice Over Talent atau Dubber tak terhalang usia lho. Salah satu contohnya para dubber untuk tokoh-tokoh di film kartun Doraemon, semuanya orang dewasa bukan anak-anak. Kekurangan yang dimiliki seseorang seperti pengucapan atau pelafalan huruf r yang kurang sempurna, atau biasa disebut cadel, juga tak menutup rejeki seseorang untuk berprestasi di bidang penyiaran. Banyak juga penyiar radio yang sukses meski memiliki kekurangan tersebut. Lagi-lagi, kebutuhan Voice Over sangat spesifik tergantung keunikan suara masing-masing.


Lihat saja di era tahun 2000an, bermunculan Youtuber atau Vlogger yang berhasil memikat hati para penonton setianya. Ini artinya dunia digital, multimedia atau dunia audio video ini terbuka bagi siapapun yang mau dan berani mencoba. Tentunya perlu disesuaikan dengan karakter diri ya, gak perlu ikut-ikutan gaya orang lain. Sudah banyak terbukti kan, sejumlah artis atau orang biasa memperoleh job alias ketiban rezeki karena sering memunculkan keahlian mereka di media sosial. Gak ada salahnya kok mengikuti langkah positif mereka. Contoh lain, banyak orang biasa yang berbakat menyanyi bikin rekaman lagu atau menggunakan aplikasi smule yang gak kalah sama penyanyi aslinya. Banyak juga para penyanyi profesional yang mengawali karirnya mulai dari menyanyikan lagu milik orang lain (cover song) di channel Youtube. Menurut saya, apapun keahlian yang dimiliki bisa dieksplor secara positif dan ditampilkan dalam media sosial. Misalnya memasak, membuat prakarya, melukis, membuat kaligrafi, dll.  I believe that for positive contributions, there is no limit & there is no boundaries on the digital world.


Kembali ke dunia per-dubber-an tadi, kalau di Indonesia saya belum menemukan komunitas berskala nasional yang mewadahi para Voice Over Talent, Dubber atau orang-orang yang memiliki minat serupa untuk memperluas peluang kerjasama. Apa saya yang #kudet ya hihihi. Ada beberapa komunitas yang saya temui di internet, namun rasanya belum merangkul atau mewadahi para Voice Over Talent atau Dubber se-Indonesia. Beberapa platform yang saya temui di internet, sifatnya lebih seperti bidding proyek alias tender. Sepertinya belum ada platform yang mewadahi dan mempertemukan pihak dubber dan klien yang bener-bener pas buat masyarakat Indonesia. Wah bisa jadi ide bisnis nih :)

Kunci Menjadi Voice Over Talent
Balik lagi ke pengalaman pribadi. Menurut saya, beberapa kunci dasar dalam mendubbing naskah berita seperti, pelafalan atau pengucapan kata harus jelas, intonasi harus tepat, tone atau nada suara harus sesuai, bagaimana menyelami naskah. Yaa, menjadi seorang pengisi suara perlu memahami isi naskah. Saya kadang seperti berkhayal atau bermain drama, tergantung naskah beritanya. Merupakan hal penting untuk bisa ikut merasakan kesedihan atau kegembiraan naskah. Misalnya ketika mengisi suara untuk naskah bertema kesedihan, seperti profil kakek yang tinggal di gubug bekas kandang kambing, nada suara kita juga harus bisa memunculkan aura kesedihan tsb. Tentunya, sebagai Voice Over Talent wajib mempelajari hal-hal baru, melatih vokal, teknik pernafasan, cara bicara, aksen dll. Terlebih lagi bila melakukan voice over dalam bahasa asing atau menggunakan istilah asing.