Wednesday, November 16, 2016

Ibu, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa


Sumber: Shutterstock



Mengenang Jasa Ibu
Mengenang pahlawan, bagiku berarti mengenang almarhumah ibuku yang berpulang tepat pada 10 November 2014, dua tahun yang lalu. Bagiku, sosok seorang ibu tak akan pernah terlupakan dan tak kan pernah tergantikan. Sosok almarhumah ibu yang selalu mendampingi anak-anaknya, mengawasi dan tak bosan menasihati kami. Meskipun terkesan cerewet, bawel, ya itulah tugas seorang ibu. Kini baru aku menyadari, setelah dewasa, menikah dan juga memiliki anak perempuan. Kadang baru kusadari kecerewetan ibuku dilakukan karena beliau sayang padaku, dan ingin menjaga diriku.

Aku jadi teringat saat zaman SMA dulu, namanya anak muda pastilah ingin berkumpul  bersama teman-temannya hingga larut malam, ntah sekedar kongkow, ngobrol ngalor ngidul. Yang jelas almarhum ibuku melarangku untuk menginap di rumah teman, tanpa keperluan mendesak. Pulang malampun diusahakan tidak melewati pukul 12 malam. It’s like a cinderella story hehe...tapi saya percaya di luar sana masih banyak para ibu yang melakukan hal sama bagi anak-anak gadisnya.
Kini zaman berubah, kemajuan teknologi mempermudah anak muda bersosialisasi dan membuat janji dengan teman. Bertemu secara virtual semudah membalik tangan, meski di sisi lain banyak potensi bahaya yang terpendam. Menjadi tantangan tersendiri bagi diriku bagaimana mendidik dan membesarkan anak di zaman modern saat ini.

Dulu, aku sempat merasa sebal kenapa ibuku kerap melarangku melakukan ini dan itu.
Tapi kini aku merasa bersyukur, justru dengan batasan-batasan yang diberikan ibuku, yang mungkin bagi sebagian orang terkesan jadul atau kuno, aku bisa melalui masa-masa remaja dengan ceria. Dan kini setelah aku menjadi seorang ibu, aku berjanji tetap berguru pada almarhumah ibuku, untuk menerapkan beberapa caranya yang terkesan jadul tersebut bagi anak-anakku kelak. Apalagi tantangan kehidupan di zaman sekarang semakin kompleks.

Kebiasaanku menaiki kendaraan umum sejak kecil, diwariskan oleh cara ibuku mendidikku. Sejak aku kecil, ibu sering mengajakku berbelanja sayur mayur dan keperluan lain ke pasar tradisional naik metro mini. Tapi sekarang rute metromini yang biasa kunaiki sudah dihapus, tergilas perubahan zaman seiring munculnya bus transjakarta hehe. Kendaraan pribadi hanya digunakan sesuai keperluan, tergantung urgensi. Pada dasarnya, ibuku mengajari agar aku bisa mandiri, naik kendaraan umum saat bepergian tanpa bergantung kepada orang lain atau harus diantar. Thanks mom

Pada masa SD, ibuku selalu rutin mendampingiku saat belajar, ketika menginjak bangku SMP dan SMA ibuku melatih diriku untuk lebih mandiri. Actually, she’s always be there for me. Ibu juga mengajarkanku untuk berteman dengan semua orang dari berbagai latar belakang. Kebetulan aku bersekolah di SD swasta umum, SMP dan SMA negeri. Jadi, otomatis aku memiliki teman yang relatif beragam. Sebenarnya secara tak langsung, ibuku mengajari dengan sikapnya yang luwes saat berinteraksi dengan penjual sayur, pedagang beras dll, yaa ibuku memberi contoh tanpa banyak menggurui.

Ibuku juga sosok yang sangat peduli dengan kesehatan, jarang jajan dan selalu menasehatiku agar tidak jajan sembarangan. Ibuku penggemar sayur-sayuran, pecel makanan favoritnya menjadi menu sehari-hari. Ibuku juga lebih suka membuat ubi rebus atau pisang rebus, untuk cemilan di sore hari. Jajanan masa kini, seperti burger dan fried chicken, gak pernah disentuh. Pantang dalam kamus ibuku, mengonsumsi makanan junk food. Lagi-lagi nasehat ibu terbukti manjur. Setelah aku pernah sakit dan menjalani operasi usus buntu, barulah aku menyadari apa makna nasihat dan pola makan ibuku. Yup, penyesalan memang selalu datang belakangan bukan...

Satu hal lagi, ibu selalu mengajarkanku agar gemar menabung dan membelanjakan uang sesuai kebutuhan, tidak besar pasak daripada tiang. Semoga aku tetap konsisten menjalankan ajaran ibuku yang satu ini. Maklumlah ibuku dibesarkan di sebuah kota kecil di Jawa Timur, yang jauh dari hiruk pikuk ibukota. Menjalani hidup dengan sederhana menjadi kebiasaan sehari-hari.
Sementara bagiku atau orang-orang yang biasa tinggal di Jakarta, tentu banyak sekali godaan untuk berbelanja hihihi...aneka makanan tersedia di berbagai sudut kota, iklan fashion bertebaran dimana-mana, beragam acara promo digelar setiap pekan. Yaa memang kita harus pintar-pintar mengatur keuangan untuk bertahan hidup di kota besar seperti Jakarta, bukan begitu?

Pertemuan Terakhir
Ibuku juga sosok yang perhatian terhadap cucu-cucunya, saat anak pertamaku masih bayi, ibuku kerap memandikan dan menemani bermain.  Namun ketika anakku yang kedua lahir, Ibu sudah mulai sakit-sakitan, sehingga hanya sesekali saja menemani cucunya bermain.
Singkat cerita, tibalah saatnya aku melepas kepergian ibuku, pertemuan terakhir yang akan selalu kuingat dan kukenang. Saat sakaratul maut menjemput, saat terakhir Ibuku membuka matanya hingga nafasnya lenyap ditelan bumi.